Tuesday, December 21, 2010

Ibu

(diambil dari twitter @zarryhendrik pukul 07.30-08.30)

Waktu aku belum tertidur, aku merasakannya masuk ke dalam kamar dan menyelimutiku. Ia ingin tidurku lelap, ia ibuku yang belum tidur.

Ibuku adalah pribadi yang paling percaya aku akan membanggakannya.

Ketulusan ada dalam hatinya, di dalam hati seorang ibu.

Ibu adalah tempat yang paling tepat untuk mengetahui kebahagiaanku.

Selalu saat ku jauh dari lengannya, aku sering berpikir tentang kesehatannya. Aku ingin mendekap ibuku erat, ingin secepatnya ada di sana.

Di waktu yang tidak ku tahu, ibuku hening. Ia mendoakanku, anaknya yang paling nakal, yang amat ia sayangi, yang sedang tidak di rumah.

Ia sering tertawa, mengajak aku bercanda. Keriangan ibu adalah kebahagiaanku. Tidak ternilai, sangat menyentuh, namun ku pandai menutupinya.

Kini aku telah dewasa, sementara ibu semakin tua. Sesungguhnya aku ingin menyungkur di hadapannya, bahkan mengecup telapak kakinya.

Setiap kali di waktu aku menangis, ibu sering berkata, “Tenang, saya ada di sini. Lihatlah, Nak! Saya tidak meninggalkanmu!

Aku sudah besar dan ibu semakin tua. Tangannya hanya mampu mendekap aku, tak lagi kuat menggendong aku, menimang-nimang sampai ku lelap.

Wajah ibu mulai berkerut. Mungkin memikirkan isi perutku, mengkhawatirkan aku yang jarang pulang.

Untuk membaca tulisanku, ibuku harus mengenakan kaca matanya. Untuk mendoakanku, ia memakai air matanya.

Bibirku bergetar untuk dekat ke telinga mama, membisikkan kata sayang yang jujur, yang datang dari rasa syukurku, memilikinya dalam hidupku.

Aku melihat ibuku memegang sendok, mengunyah nasi begitu lahap. Aku ada di sampingnya. Senang sekali. Aku hampir menangis. Sangat emosional.

Ibu berjalan mendaki tangga, nafasnya terdengar lelah, namun ia tetap tersenyum.

Ibu pernah membelikanku baju yang tidak kusuka. Aku memakainya, dan katanya aku terlihat tampan. Betapa ia tak mampu melihat keburukanku.

Mengatakan “Ia ibuku dan aku anaknya” adalah kalimat yang paling indah yang pernah datang dari mulutku.

Sedari aku bayi sampai dewasa, sedari aku menangis minta di peluk, sampai ku jarang memeluknya lagi, rasa sayang ibu adalah tetap.

Aku pernah membantah, membuat ibu menangis di balik pintu. Aku memohon kepada Tuhan, agar Ia mau menjatuhkan lututku di depan air matanya.

Telinga ibu adalah telinga yang paling rindu ucapan sayang dari anaknya yang sudah besar.

Mama sedang asyik menyulam di depan pintu. Punggungnya kian membungkuk, matanya agak memerah, menungguku datang membuka pintu.

Seperti apa aku sekarang, seperti ibu terus menyayang.

"Apakah aku sudah makan?" adalah pertanyaan di dalam perut ibuku.

Aku sudah sarapan. Rasanya kenyang sekali. Ibu harus tahu hal ini. Ia pasti senang sekali.

Dari ibuku, aku melihat betapa berharganya aku.

Aku sering marah-marah waktu ibu membangunkan tidurku. Aku hanya tidak mengerti, ia ingin menyelamatkanku dari patukan ayam.

Berbahagialah bintang terkenal, karena ibuku suka sinetron.

Ibu senang menjahit celanaku yang sudah robek, sementara aku merengek minta yang baru.

Aku adalah anak yang nakal. Beruntung, ibu sangat sayang padaku.

Apabila aku anak yang hebat, ibu yang hebat yang melahirkannya.

Aku ingin jadi komedian khusus ibuku.

Baiklah, tadi sekilas tentang ibuku. Aku hanya berpikir, kian hari ia kian semakin tua. Rambutnya sudah memutih, kulitnya juga keriput. Ibu.